Kamis, 06 Agustus 2015

Kiat Menghadapi COBAAN HIDUP


MACAM-MACAM COBAAN
Fitnah dan cobaan yang kita hadapi banyak ragam dan coraknya. Ibnu Rojab al-Hambali berkata, “Fitnah itu ada dua macam:
1.       Fitnah khusus
Adapun fitnah secara khusus yaitu masing-masing manusia diuji dengan keluarganya, hartanya, anaknya dan tetangganya. Seperti firman-Nya:

وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. al-Anfal [8]: 28)
Pada umumnya ujian itu melalaikan manusia dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, melupakannya dari persiapan mencari bekal untuk akhirat.
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar, lalu melihat al-Hasan dan al-Husain yang waktu itu masih kecil, keduanya berjalan dan jatuh tergelincir. Beliau turun lalu membawanya. Lalu berliau bersabda: “Benarlah Allah, Dia berfirman, إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ (Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan).(QS. at-Taghobun [64]: 15) Saya melihat dua anak kecil yang jatuh tergelincir ini, saya tidak bersabar. (HR. Abu Dawud: 1751, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Dawud 1/373)
Selanjutnya Ibnu Rojab berkata, “Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang yang dilalaikan oleh harta dan anaknya dari mengingat Allah Subhanahu  wa Ta’ala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. al-Munafiqun [63]: 9)
Dari sini kita bisa mengetahui, bahwa manusia diuji dengan hartanya, anaknya, keluarganya atau tetangga dekatnya. Dengan cobaan ini kadang-kadang mereka lalai dari hal yang bermanfaat di akhiratnya. Kadang-kadang karena terlalu cinta dengan harta atau anak, mereka ridho berbuat maksiat untuk menyenangkan mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta’alamembencinya, kadang-kadang meninggalkan perkara yang wajib, berbuat dholim sehingga berkata atau berbuat sesuatu yang tidak diridhoi Allah. Semua perkataan dan perbuatan mereka akan ditanya pada hari Kiamat.
Jika manusia ditimpa fitnah secara khusus ini, lalu dia shalat, atau berpuasa, atau bershodaqoh atau memerintahkan yang baik dan melarang yang mungkar, maka amal ini semua sebagai kafaroh atau penghapus dosa mereka. Jika manusia ditimpa suatu kejelekan lalu dia meningkatkan amal shalih untuk menghilangkan dosanya, maka dia berarti punya iman.
Disebutkan dalam Musnad Baqi Ibnu Makhlad, dia berkata, “Ada seorang yang bertanya kepada Nabi: “Iman itu apa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Hendaknya kamu beriman kepada Allah dan Rosul-Nya.” Beliau mengulangi tiga kali, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang ketiga kalinya: “Maukah kamu aku kabarkan tentang nampaknya iman?” Lalu dia menjawab: “Itulah yang aku maksud wahai Nabi!” Beliau bersabda: “Sesungguhnya nampaknya iman bila engkau berbuat kejahatan, atau kamu menganiaya budakmu yang laki-laki atau perempuan atau menganiaya orang lain, lalu kamu berpuasa atau bershodaqoh, maka jika kamu menjadi baik, engkau telah diberi kabar gembira dengan nampaknya iman.” (Tafsir Ibnu Rojab al-Hambali 1/699-700)
2.       Fitnah Umum
Adapun fitnah secara umum yaitu fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan yang luas, yang menggoncangkan, diikuti satu sama lain. Fitnah ini pertama kali muncul ketika Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dibunuh. Setelah itu kaum muslimin berpecah-belah, mereka dikuasai oleh hawa nafsu, mengkafirkan satu sama lain, bahkan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah. Pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, pintu fitnah ini masih tertutup. Tatkala Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu dibunuh, maka pecahlah pintu ini, dan tidak seorang pun yang mampu menutupnya.
Khudzaifah radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat yang paling banyak bertanya kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fitnah, dan beliau sahabat yang banyak tahu tentang fitnah. Dia tahu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam fitnah yang khusus dan yang umum. Dialah yang sering bercerita kepada sahabat Umar radhiyallahu ‘anhu tentang fitnah yang khusus dan yang umum. Pintu pembendung antara manusia dan fitnah adalah sahabat Umarradhiyallahu ‘anhu. Oleh karena itu, dia berkata, “Saya menceritakan kepada Umarradhiyallahu ‘anhu bukan cerita bohong, akan tetapi cerita ini benar, tidaka da keraguan di dalamya, dan para sahabat menyaksikan bahwa pada zaman Umar manusia sungguh aman dari fitnah.”
Utsman bin Madh’un berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nama Umar penutup fitnah. Beliau bersabda: “Senantiasa antara kamu dan fitnah ada pintu yang kokoh selagi orang ini (Umar radhiyallahu ‘anhu) masih hidup bersamamu.” (al-Bazzar) (Tafsir Ibnu Rojab al-Hambali 1/700-701)
Kesimpulannya: Manusia pasti diuji dengan dua ujian, Pertama: Ujian sifatnya khusus, hal ini berkaitan dengan pribadi yaitu syahwat dan keinginan. Kedua: Diuji dengan syubhat, yaitu berkaitan dengan agamanya.
Ujian berupa syahwat dapat dihindari dengan bersabar, sedangkan ujian berupa syubhat dengan yakin di atas kebenaran dan pendirian teguh tidak mudah berubah karena situasi dan kondisi.
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Sumber fitnah karena mendahulukan akal dari pada syariat Islam dan mendahulukan hawa nafsu dari pada akal. Sumber fitnah yang pertama akan menelurkan fitnah syubhat sedangkan yang kedua menelurkan fitnah syahwat, maka fitnah syubhat dapat ditolak dengan yakin di atas kebenaran, sedangkan fitnah syahwat ditolak dengan bersabar. Dengan dua perkara ini manusia meraih kepemimpinan di dalam Islam. Firman-Nya:

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar . Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah [32]: 24) (Ighotsatul Laghfan 2/167)
MENGAPA KITA DIUJI?
  • Agar diketahui siapakah hamba yang mujahid dan penyabar.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu. (QS. Muhammad [47]: 31)
  • Agar diketahui ahli Surga dan Neraka.

لِيَمِيزَ اللّهُ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَيَجْعَلَ الْخَبِيثَ بَعْضَهُ عَلَىَ بَعْضٍ فَيَرْكُمَهُ جَمِيعاً فَيَجْعَلَهُ فِي جَهَنَّمَ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Supaya Allah memisahkan (golongan) yang buruk dari yang baik dan menjadikan (golongan) yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu kesemuanya ditumpukkan-Nya, dan dimasukkan-Nya ke dalam neraka Jahannam. Mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. al-Anfal [8]: 37)
  • Untuk diketahui orang yang bersyukur yang kufur.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. (QS. Ibrahim [14]: 7)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Itu ujian bagimu ketika kamu diberi anak dan harta, agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apakah kamu bersyukur dengan nikmat itu dan kamu taat kepada-Nya dengan kenikmatan itu, ataukah kamu dilalaikan dari mengingat AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan nikmat itu dan kamu melekat dengan urusan dunia. (Tafsir Ibnu Katsir 2/398)
  • Untuk diketahui hamba-Nya yang shalih yang paling bagus amalannya.

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. al-Kahfi [18]: 7)
BAGAIMANA MENGATUR HIDUP AGAR CUKUP
Allah ‘Azza wa Jalla senantiasa Maha Pemurah kepada hamba-Nya. Dialah yang menanggung semua kebutuhan hamba-Nya. Akan tetapi hendaknya kita membedakan antara kebutuhan pokok dan keinginan hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang menyuruh manusia berbuat jahat, sehingga sesuatu yang mestinya sudah cukup menjadi tidak cukup.

إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّيَ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. Yusuf [12]: 53)
Adapun untuk mengatur hidup agar kita menjadi orang yang cukup, sebagai berikut:
  • Melatih diri  hidup sederhana mungkin, walau selera kurang berkenan.
Allah berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. al-Furqon [25]: 67)
Makan dan minum, adalah kebutuhan pokok sehari-hari, bila dilakukan sesederhana mungkin, insya Allah Subhanahu wa Ta’ala perut akan menerimanya sekalipun hanya dengan nasi dan air putih, akan tetapi hawa nafsulah yang mengajak manusia untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang ada.
  • Menjauhi perkara yang tidak ada gunanya bagi agama dan kesehatan.
Janganlah mengumpulkan barang-barang yang tidak berguna, apalagi yang merusak. Jangan membeli televisi, alat-alat permainan yang tidak syar’i, hiasan rumah dan lain-lain.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من حسن الاسلام المرئ تركه ما لا يعنيه

Termasuk kebaikan Islam seseorang bila dia meninggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya(Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah 2/360)
  • Jangan memaksa mengeluarkan infaq di luar kemampuan, seperti menyekolahkan anak yang pada dasarnya hanya untuk mencari ilmu duniawi, atau memaksa diri memberi sesuatu kepada orang lain di luar kemampuan.

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْراً

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS. ath-Tholaaq [65]: 7)
  • Hindari sifat tamak dan pemborosan, berlagak menjadi orang kaya karena gengsi dengan teman dan tetangga.

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. al-Isro’ [17]: 27)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ada tiga golongan, Allah tidak berbicara dengan mereka besok pada hari kiamat, tidak membersihkan dosanya, dan tidak melihat mereka, dan bagi mereka siksaan yang pedih: Orang tua yang berzina, raja pendusta dan orang fakir yang sombong (HR. Muslim 156)
  • Hindari hutang hanya karena menuruti hawa nafsunya. Jika dipaksakan berhutang maka akan membuat hidup sengsara, apalagi ciri kebanyakan orang yang hutang adalah berkata bohong untuk memikat orang yang menghutangi dan menyelisihi janji ketika akan membayarnya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah sering berlindung kepada Allah dari banyak hutang:

اللهم اني أعوذبك من ألهم والحزن والعجز والكسل والبخل والجبن وضلع الدين وغلبة الرجال

Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari susah dan sedih, lemah dan malas, dari kikir dan penakut, dari beratnya membayar hutang dan dikuasai oleh orang. (HR. Bukhari 5005)
Hutang membawa beban pikiran, karena itu hendaknya dibayar bila sudah mampu membayar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مطل الغني ظلم

Menunda membayar hutang bagi yang mampu adalah kedholiman. (HR. Bukhari 2125)
Orang yang suka berhutang, belum selesai membayarnya sudah berhutang lagi, dia akan dilanda sifat munafik, dusta dan mengingkari janji, menggali lubang tutup lubang untuk menutup rasa malu. Berapa banyak orang miskin hutang kendaraan dan lainnya hanya untuk melampiaskan rasa malu dengan tetangga dan teman.
  • Dalam urusan dunia hendaknya melihat orang yang lebih miskin agar kita menjadi orang yang bersyukur. Contoh jika kita punya rumah dan kendaraan yang jelek, mari kita melihat orang yang tidak punya apa-apa, agar menjadi manusia yang bersyukur. Jika kita sakit, lihatlah orang yang lebih parah sakitnya agar kita menjadi orang yang bersyukur dan sabar.

لاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجاً مِّنْهُمْ وَلاَ تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ

Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (QS. al-Hijr [15]: 88)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انظروا إلى من أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

Lihatlah orang yang lebih rendah dari pada dirimu dan janganlah melihat orang yang lebih tinggi, karena yang demikian itu lebih layak bagimu untuk tidak menghina nikmat Allah yang diberikan kepadamu. (HR. Muslim 5264)
  • Bersabar bila ingin menikah tetapi belum mampu.

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS. an-Nur [24]: 33)
Menjaga kesucian diri bisa dilakukan dengan sering berpuasa sunnah, sebagaimana wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para pemuda dan pemudi, memperbanyak ibada shalat, membaca al-Qur’an, menuntut ilmu dien dan lainnya. Seperti diterangkan dalam surat al-Ankabut ayat 45.[2]
Hendaknya menjauhi perkara yang menuju kepada zina, seperti mendengarkan nyanyian, melihat tontonan yang melenakan dan berteman (dengan orang, -admin) yang bukan mahramnya. Perhatikanlah kandungan surat al-An’am ayat 151 dan al-Isro’ ayat 2.[3]
Bagi yang ingin menikah hendaknya bekerja dulu karena menikah bukan hanya mencari kebutuhan untuk diri sendiri dan istri, akan tetapi selain dari itu banyak sekali yang dibutuhkan, seperti pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan keluarga dan lainnya.
Bagi yang mau beristri dua, tiga atau empat, cari rumah dulu untuk masing-masing istri. Ukur dulu kekuatan segala-galanya, berapa bekal yang dimiliki. Hendaknya merasa malu kepada mertua bila menitipkan istrinya tinggal bersama dia, makan dan minum ikut mertua.

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja . (QS. an-Nisa’ [4]: 3)
Kejadian ini sering dikeluhkan istri yang kedua, karena suami tidak bertanggung jawab dan tidak adil, sehingga istri yang lain dibiarkan terkatung-katung, tidak menentu kedudukannya.
Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya:

فَلاَ تَمِيلُواْ كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. (QS. an-Nisa’ [4]: 129)
CARA MENGATASI KESULITAN HIDUP
Setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan, itulah janji Allah dalam surat al-Insyiroh [94]: 5-6. Oleh karena itu, kita hendaknya tidak putus asa, akan tetapi tetap berusaha di atas jalan Allah dengan meningkatkan berharap dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun cara untuk mengatasi kesulitan hidup sebagai berikut:
  • Orang yang beriman wajib meyakini bahwa hidup penuh dengan ujian sebagaimana keterangan ayat di atas.
  • Hendaknya berlindung kepada Allah dari akibat jeleknya ujian.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a:

أعوذبك من البخل والكسل وأرذل العمر وعذاب القبر وفتنة الدجال وفتنة المحيا والممات

Aku berlindung kepada-Mua ya Allah dari bakhil, malas, pikun, siksa kubur, fitnah Dajjal dan fitnah hidup dan mati. (HR. Bukhari: 4338)
  • Hendaknya meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti memberi rezeki kepada hamba-Nya.

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya. (QS. Hud [11]: 6)
  • Bersabar ketika menerima cobaan dengan meningkatkan pengharapan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, dengan meningkatkan rasa takut kepada-Nya.
Dari Suhaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

Amat menakjubkan keadaan orang yang beriman, karena semua urusannya baik, dan tidaklah dapat meraihnya melainkan orang yangberiman. Jika mendapatkan kegembiraan dia bersyukur dan hal itu baik baginya. Dan jika ditimpa musibah dia bersabar, maka itu baik bagi dirinya. (HR. Muslim 5318)
  • Meningkatkan takwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dengan mengamalkan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجاً. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. ath-Tholaq [65]: 2-3)
  • Meningkatkan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan disertai usaha yang halal.

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. ath-Tholaq [65]: 3)
  • Ridho menerima takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. (QS. at-Taghobun [64]: 11)
Abdullah bin Mas’ud radhullahu ‘anhu berkata: “Makna ayat Allah tersebut adalah orang yang ketika ditimpa musibah dia ridho dan mengetahui bahwa ini semua datang dari Allah. (HR. Bukhari Kitabut Tafsir)
  • Meyakini bahwa ujian adalah penghapus dosa.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عظم الجزاء مع عظم البلاء وإن الله إذا أحب قوماً ابتلاهم فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله السخط

Besarnya pahala tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya apabila Allah menyenangi suatu kaum, Dia mengujinya. Barangsiapa yang ridho maka Allah ridho, dan barangsiapa yang marah, maka Dia marah. (Dihasankan al-Albani, Shahih Ibnu Majah 2/373)
  • Memohon kebaikan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala pada saat ditimpa musibah.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu berharap mati ketika ditimpa malapetaka. Namun jika harus demikian, maka katakanlah:

اللهم أحيني ما كانت الحياة خيراً لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيراً لي-

Ya Allah hidupkanlah aku jika hidup ini baik bagiku, dan matikanlah aku jika mati itu baik bagiku. (HR. Bukhari 5239)
  • Mengingat sejarah hidup Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah [2]: 214.[4]
Sa’ad radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab:

الأنبياء ثم الأمثل فالامثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلباً اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلي على حسب دينه

Para nabi, kemudian yang serupa dan yang serupa. Orang diuji sesuai dengan agamanya, jika kuat agamanya, maka berat pula ujiannya, dan jika agamanya ringan, maka ringan pula ujiannya. (HR. Tirmidzi 2322. Dishahihkan al-Albani, Silsilah Ahadits Shahihah 1/273)
  • Hendaknya mencari rezeki yang halal, dan tidak boleh putus asa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ

Orang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih disenangi Allah dari pada orang mu’min yang lemah, mereka semua baik. Bersungguh-sungguhlah dalam hal yang bermanfaat. Mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa lemah. (HR. Muslim 4816)
  • Meyakini bahwa kemuliaan manusia bukan pada harta dan kedudukan.
Harits bin Wahbah radhiyallahu ‘anhu pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ألا أدلكم على أهل الجنة كل ضعيف متضعف لو أقسم على الله لابره

Maukah kamu aku tunjukkan ahli Surga? Yaitu setiap orang muslim yang lemah dan dihina orang, jika dia bersumpah sungguh Allah memudahkan urusannya. (HR. Bukhari: 6165)
  • Tidak pesimis karena kekurangan, yang penting istiqomah dan teguh di atas al-haq.
Amr bin Auf radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فابشروا وأملوا ما يسركم فو الله ما الفقر أخشى عليكم ولكني أخشى أن تبسط علكم الدنيا كما بسطت على من كان قبلكم فتنافسوها كما    تنافسوها وتهلككم كما أهلكتهم

Bergembiralah kamu, dan bercita-citalah dengan apa yang Allah berikan kepadamu. Demi Allah tidaklah aku khawatir kemiskinan menimpa dirimu, akan tetapi aku khawatir bila kamu dilapangkan urusan duniamu sebagaimana umat sebelummu, kamu akan berlomba-lomba mengejarnya seperti orang sebelummu, lalu berlomba-lomba itu menghancurkan dirimu seperti mereka pada zaman dahulu. (HR. Bukhari 3712)
  • Ingatlah hidup di dunia hanya sementara.
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammemegang pundakku lalu bersabda:

كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل

Jadilah kamu hidup di dunia ini bagaikan orang asing atau penyeberang jalan. (HR. Bukhari 4397)
Insya Allah dengan berpegang dan mengamalkan kaidah-kaidah di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memudahkan semua urusan kita. Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita beribadah dan minta pertolongan dan perlindungan.
Sumber: Majalah AL FURQON No. 73 Edisi Khusus Tahun ketujuh 1428 H, hal. 7-14


[1] Makalah ini ditulis (oleh pematerinya) pada tanggal akhir Sya’ban 1428 H, -red.
[2] Yaitu ayat ini:

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Ankabut [29]: 45) –admin.
[3] Yaitu ayat ini:

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُواْ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar “. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. al-An’am [6]: 151) –admin.
Dan ayat:

وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِّبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلاَّ تَتَّخِذُواْ مِن دُونِي وَكِيلاً

Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): “Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku, (QS. al-Isro’ [17]: 2) –admin.
[4] Yaitu ayat ini:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. al-Baqarah [2]: 214)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar